Kemarin aku bercerita sekilas dengan ibu.
Ntah awal mulanya apa, tapi yang kuingat adalah, "kalo kita membalas mereka, apa bedanya kita dengan mereka?"
Seketika aku terhentak.
Di otakku, kalimat itu kuterjemahkan dalam banyak kalimat lain.
Aku jadi mengorelasikannya dengan berbagai peristiwa nyata--super nyata.
Kita hidup tidak sendiri.
Sesuka-sukanya sendirian, pasti selalu akan bertemu dengan orang lain.
itu yang menyebabkan banyak hal terjadi pada kita dan mereka.
Mungkin kita pernah terluka.
Kita terabaikan, kita tersakiti, kita dibuat menangis, dan kesimpulannya kita terdzalimi.
Mungkin kita menangis, atau kita bertanya mengapa begini--padahal kita sudah berbuat baik,misalnya. Atau kita hanya diam dan memendam dendam.
Akumulasi "luka" itu, lantas bagi sebagian orang dipetik sebagai sebuah kesimpulan yang mengatakan jika,"saya harus membalas perbuatan dia, agar dia tau apa yang saya rasakan".
aku tau, pikiran itu sejenak kadang terlintas di batin kotor kita.
Tapi, sejenak coba pikirkan.
Kita memang terluka(dalam).
Tapi apa dengan membalas luka kita akan sembuh?
Apa dengan dia merasakan hal yang sama, kita akan memaafkan mereka?
Apa lantas dengan kita sama-sama berbuat jahat mereka akan menjadi baik?
Tak ada yang bisa menggaransi itu.
Aku tahu, sangat sulit menerima kenyataan jika kita harus mengalah--dalam diam ketika terluka.
Tapi kita harus ingat jika esensi mengalah bukanlah kalah,melainkan untuk tidak memerpanjang masalah.
Kita harus bertindak dan berpikir bijak atas apa yang harus kita tanggapi.
Janganlah mengurusi urusan yang tak perlu diurus.
Hidup kita terlalu berharga untuk melakukan hal bodoh itu.
Banyak orang malah ribut dengan alasan mengapa dan siapa, apabila dia mendapatkan tindakan buruk.
Padahal, yang kita perlukan hanya jalan terus dan abaikan rintangan tolol itu.
Biarkan saja dia melakukan perbuatan jahat itu. Dan kita juga biarkan saja berbuat baik pada siapa saja.
Berbuat baik tanpa imbalan--ikhlas apa adanya.
Nanti lama-kelamaan mereka akan sadar(insya Allah).
Ingatlah teori batu yang rapuh bila tertetesi air. Begitu juga dengan hati manusia yang bukan batu.
Pada akhirnya, hidup memang pilihan.
Pilihan untuk menghargai perasaan orang atau berlalu begitu saja dengan atau tanpa perasaan kita sendiri.
Aku jahat, kamu baik.
Aku baik, kamu jahat.
Karena itulah kita berbeda.